Bagian 3: Serigala Putih
Hutan Koren. Hutan yang menutupi gerbang Republik Asasia. Hutan itu tak pantas disebut hutan. Pohon-pohonnya dapat dihitung dengan jari tangan dan kaki. Tapi lihat ukuran batangnya. 9 orang dewasa sepertinya masih kurang untuk bisa memeluk pohon yang usianya mungkin lebih dari 99 tahun itu. Bumi pun seakan sudah tak kuat menahan beban pohon sepuh itu. Akar-akarnya banyak yang mencuat ke luar, berserakan tak tentu arah.
Gelap. Sunyi. Dingin. Itulah yang terasa saat memasuki hutan Koren. Siang dan malam tak ada bedanya. Pohon-pohon hutan Koren yang hanya berjumlah 19 memiliki dedaunan lebar dan lebat. Jangan harap menemukan seekor semut pun di hutan ini. Sepertinya hutan ini diciptakan khusus untuk kesembilan belas pohon tersebut.
Sham mulai tersadar dari pingsannya. Dia begitu syok mendapati dirinya berada di sela-sela pohon tumbang. Dia mulai mengingat-ingat kejadian sebelumnya.
"Percobaanku!" Teriak Sham dalam hati.
Pandangan Sham semakin jelas sekarang. Dia mulai dapat melihat lebih jauh ke depan. Batang pohon penghuni hutan Koren mulai tampak.
" Oh, ini bukan pepohonan tumbang. Ini akar pohon itu." Sham kembali membatin sambil masygul menatap pohon raksasa penghuni hutan Koren.
"Di mana ak..?" Belum selesai Sham berbisik sendiri, telinganya menangkap sebuah suara aneh.
"Krek!" Kembali sebuah suara tertangkap telinga Sham. Insting bertahan hidup Sham mencuat ke permukaan. Tanpa ingin tahu sumber suara, dia mulai mencoba lari keluar dari sela-sela akar.
Baru 5 meter Sham beranjak dari tempat sadarnya tadi. Langkahnya kembali terhenti begitu melihat sesosok makhluk yang kini menatapnya dengan tajam. Jarak mereka hanya sekitar 10 meter.
Sham mulai merasakan takut. Namun dorongan bertahan hidupnya lebih kuat. Kedua kakinya mulai merespon dorongan itu dengan lari sekencang-kencangnya ke arah berlawanan. Tanpa berminat menoleh ke belakang. Sham begitu cekatan mencari jalan keluar dari akar-akar yang lebih tampak sebagai labirin.
Sosok yang dilihat Sham rupanya tak tinggal diam. Larinya tampak lebih cepat dari Sham. Namun menangkap Sham sepertinya bukan niatnya. Dia lebih terlihat mengarahkan jalan bagi Sham.
"Cahaya!" Sham merasakan sedikit harapan begitu pupil matanya mulai menangkap sebuah cahaya dari kejauhan. Larinya lebih cepat dari sebelumnya.
Sosok misterius rupanya sudah berhenti mengejar. Dia mulai menggaruk bulu-bulu lembut di belakang telinga dengan kaki depannya. Dia kini menatap Sham yang masih lari menuju cahaya yang berasal dari sebuah gubuk.
Sham masih terengah. Dia kini bebas dari belitan akar pohoh penghuni hutan Koren. Kakinya kini mengarah ke sebuah pintu gerbang. Masih dalam mode berlari Sham sempat membaca tulisan di atas gerbang. "Republik Asasia?" Sebuah pertanyaan yang tidak diharapkan jawabannya. Kakinya terus berlari menuju gubuk sumber cahaya.
"AUUUUUUUUUUUUUUUUU!!!!!" Sebuah aungan tiba-tiba terdengar dari dalam hutan. Sham semakin menambah kecepatan. Gubuk sumber cahaya semakin jelas terlihat. Pintunya tampak terbuka. Seseorang tiba-tiba keluar dari dalam gubuk sambil memandang hutan. Pandangannya kini beralih pada Sham yang jelas-jelas berlari ke arahnya.
"To-tolong.. Hmp.. Tadi aku dikejar..". "Serigala Putih?" Potong orang itu yang ternyata seorang perempuan. "I-iya!" jawab Sham sambil terengah. "Masuklah! Kamu aman di sini." Ajak si perempuan.
Malam semakin pekat. Namun Republik Asasia tampak sedikit bercahaya. Malam itu bulan purnama.
(Bersambung...)
Komentar
Posting Komentar