Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Serial: Republik Asasia (10)

Bagian 10:  Penjual Ubi Voda Abdal tampak mengendap di pekarangan sebuah puri megah tua. Tua tidak dalam artian kumuh. Melainkan tua dari segi histori yang menyertai rumah tersebut seiring usianya yang hampir mencapai 200 tahun. Tua namun selalu tampak cantik berkat perhiasan yang tersemat mengelilinginya berupa pekarangan yang tertata apik. Rumput jenis Peking mendominasi. Dibeberapa sudut berbagai jenis bunga warna-warni memberi kontras pada hijaunya rumput. Di bagian tengah begitu mencolok sebuah air mancur dari marmer dengan bagian atasnya berupa patung pria berjubah yang sedang memegang kapak besar. Patung tersebut merupakan patung dari Goran Hava sang Tsalut udara kelima. Dia begitu terkenal pada masanya karena mampu menumbangkan salah satu pohon di Koren dengan sekali tebasan kapak besarnya. Puri tersebut juga merupakan kediamannya yang sepeninggalnya ditempati turun temurun oleh anak cucunya. Saat ini Puri Hava dikepala rumah tanggai oleh Rapha Hava yang merupakan ayah

Kisah: Sepatu dan Sendal Jepit

Disebuah toko sepatu dikawasan perbelanjaan termewah di sebuah kota, Nampak di etalase sebuah sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu yang indah. Dari tadi dia Nampak jumawa dengan posisinya, sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan designnya, haknya yang tinggi. Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu. “Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik”, sergah sang sepatu dengan nada congkak. Sandal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan. “Apa menariknya menjadi sandal jepit?, tidak ada kebanggaan bagi para pemakainnya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu”, ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis. Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu denga