Bagian 4: Tsaluts
"Nama kamu Sham, kan?" tanpa disadari seseorang telah berdiri di belakang Sham yang sedang memandang gerbang Asasia.
"Zheshe" Orang itu memperkenalkan diri. "Ada yang ingin bertemu denganmu. Mari ikuti denganku!" Seperti orang kesurupan, Sham menurut saja ketika Zheshe menarik tangannya.
"Siapa dia?" Sham mulai angkat bicara. "Maaf?" Zheshe tampak tak mengerti. "Siapa yang mau bertemu denganku?" Sham menegaskan. "Oh, maaf! Beliau berpesan padaku untuk tidak menyebut namanya. Tapi beliau berkata kalau kalian berdua pernah bertemu."
"Pernah bertemu?" Sham semakin penasaran. Zheshe mengangguk tanda mengiyakan. "Pernah dengar Tsaluts?" Zheshe bertanya. "Tsaluts?" Sham menggeleng. "Tsaluts itu adalah gelar bagi 3 orang pendiri sekaligus pemimpin Republik Asasia ini. Ketiganya punya sifat dan kemampuan yang berbeda. Setidaknya itu yang aku lihat dan yang ku dengar dari orang-orang." "Biar ku tebak. Pasti yang ingin bertemu denganku salah satu anggota Tsaluts." Zheshe menggangguk mengiyakan.
"Beliau anggota termuda, tapi saat ini memegang kekuasaan tertinggi di Asasia. Kharismanya tinggi sehingga banyak yang suka. Beliau memang orang yang terbuka." "Wow. Sepertinya aku bakal ketemu orang besar." Ujar Sham menghibur rasa penasarannya. "Dua anggota yang lain kayak gimana?" "Hmm, aku gak tau. Keduanya misterius. Tapi kudengar salah satunya menyepi di hutan Koren. Menurut isu yang ku dengar, beliau menyepi di sana karena pemikirannya melampaui batas-batas kewajaran. Tapi menurutku itu lebih tepat disebut "Gila". Haha" Zheshe cekikikan membayangkan salah satu Tsaluts yang diceritakannya. "Yang satu lagi?" Kembali Sham bertanya. Dengan tersentak Zheshe menghentikan tawanya. "Jangan pernah sebut apapun tentang dia. Itu larangan di sini. Menurut orang-orang terdahulu, dialah penyebab utama kegelapanan yang menyelimuti negeri ini." "Sham semakin terjerumus ketidaktahuan. "Fuuh!" Zheshe membuang nafas. "Kedua Tsaluts lain menjadi aneh karena dia. Setiap malam tak ada yang berani keluar rumah karena ..."
"Lihat, ada yang berkelahi!" Belum selesai Zheshe bercerita, Sham keburu memotongnya karena melihat 2 orang pemuda berkelahi. "Hoho!" Zheshe hanya tersenyum melihat perkelahian itu. "Kenapa malah tertawa? Ayo kita pisahkan!" Sham heran melihat ekspresi Zheshe melihat kejadian seserius ini. "Tenanglah, perkelahian mereka tak seserius yang kau lihat. Jika kau tau alasan mereka berkelahi, pasti kau juga ikut tertawa."
Perkelahian memang tampak sengit. Umur keduanya berselisih sekitar 3 tahun. Tapi yang lebih muda tampak lebih garang. Wajah imutnya kini tertutup darah segar yang keluar dari dahinya. Yang lebih tua lebih parah. Baju putihnya kini berubah warna menjadi merah. Wajahnya sudah tak simetris lagi. Bayangkan saja wajah pencuri ayam yang tertangkap basah kemudian dikeroyok warga sekampung.
"Siapa mereka?" Sham tampak ngeri melihat keadaan keduanya. "Haha, Azra dan Uria. Mereka bersaudara. Tapi keduanya berbeda jauh. Kau bakal tau nanti." Zheshe menjelaskan.
Perkelahian semakin seru. Tanpa mereka sadari seseorang sedang mengawasi mereka berempat. Senyum orang itu mengerikan.
(Bersambung...)
Komentar
Posting Komentar