Bagian 5: Empat Elemen Dunia
"Serahkan padaku! Hanya aku yang pantas memilikinya." Azra tampak bersikeras meminta sesuatu pada Uria yang tak lain kakaknya sendiri. "Sebelum aku mati, pisau itu tak akan aku berikan." Uria tak mau kalah. "Baik, kubuat kau mati!" "Haha, tidur masih ngompol mau bunuh abangmu sendiri." "Diam banci! Pisau itu gak sesuai sama gaya kamu yang lembek!"
Uria kini rupanya benar-benar kalap. Ucapan adiknya sudah benar-benar dirasanya keterlaluan. Uria tersentak. Roman wajahnya berubah 180 derajat. Tatapan matanya yang tadinya sendu kini berubah tajam. Belasan tinju yang dilayangkan Azra ke perutnya tampak tak terasa. Uria menghirup nafas mengumpulkan tenaga.
Lima detik selanjutnya di luar dugaan. Azra tampak tak bergerak. Tubuhnya tergolek sekitar satu meter dari Uria. Raut wajah Uria kembali seperti sebelumnya, sayu. Matanya mulai memerah dan selang beberapa detik kemudian mengeluarkan air mata. "Tidaaaaaaaaaaaak!!!!" Uria menjerit histeris. Dengan serta merta dia merangkul adiknya yang tampak membangkai.
Sham tak berkata-kata. Hati dan pikirannya keburu bergejolak. Antara percaya dan tidak, sebuah tragedi aneh sekaligus mengerikan tampil jelas di hadapannya. Begitu bertolak belakang dengan Zheshe yang masih cekikikan melihat ulah kedua orang tersebut. "Kenapa kau malah tertawa? " Sham tak tahan menahan kesal pada Zheshe yang berekspresi tak wajar. "Tenang, kawan! Kau cemas karena kau belum tau saja." "Belum tau apaan? Jelas-jelas itu pembunuhan." Sham makin kesal saat Zheshe malah mengajaknya melanjutkan perjalanan.
"Kawan!" Zheshe mengambil ancang-ancang untuk bicara. "Di dunia ini elemen kehidupan terbagi empat kelompok: tanah, udara, api, dan air. Setiap orang di dunia memiliki tanda lahir elemen tanah. Namun seiring berjalannya waktu, orang-orang yang punya bakat istimewa tanda lahirnya akan berubah menjadi elemen tiga lainnya.Dengan sebelumnya si orang tersebut akan punya kemampuan mengendalikan elemen yang ditakdirkan baginya."
"Tsaluts yang akan kita temui merupakan penguasa elemen udara. Azra salah satu muridnya. Penguasa elemen udara rata-rata punya tenaga dalam di atas rata-rata. Makanya aku tak khawatir padanya. Tenaga dalam yang dimiliki Azra menjaganya tetap bertahan dari pukulan Uria." "Pukulan?" Sham mencoba mengingat. Jelas-jelas ia tak melihat satu gerakan pun dari Uria sasaat sebelum Azra tergolek. "Haha, Uria itu murid Tsaluts "Gila". Tsaluts penguasa elemen api. Penguasa elemen itu ahli teleportasi. Uria punya kemampuan menteleportasikan pukulan hingga radius 100 meter. Tak susah menandai penguasa elemen api. Orang-orang nyeleneh di negeri ini pasti penguasa api. Lihat Uria! Gaya dan dandanannya lebih mirip perempuan. Tapi jangan pernah menyebutnya "banci". Kau sudah lihat sendiri akibatnya, kan?" Papar Zheshe. Sham tak bicara, hanya mengangguk.
"Tsaluts yang satu lagi. Dia pasti penguasa air?" "Wow.. Sudah ku bilang jangan bicara tentang dia. Tak ada lagi yang tau dan yang mau tau tentang dia. Segala dokumen tentang dirinya telah disimpan dengan aman di ruang pribadi Tsaluts udara. Tak ada yang boleh dan bisa membukanya selain para Tsaluts tersisa.
Pembicaraan mereka kini terhenti oleh sebuah gerbang megah dari batu pualam. Di puncaknya terukir simbol-simbol sederhana yang tidak dipahami Sham. Dari kedua lingganya mengalir air terjun mini yang terjunan airnya membentuk sungai yang mengalir ke dalam istana megah yang digerbangi gerbang tersebut.
Sham dan Zheshe kini telah berada di dalam istana bagian lobi. Sham kembali ditakjubkan dengan keindahan istana. Lantai istana yang terbuat dari kaca kristal dengan begitu jelas menampilkan bagian bawahnya yang berupa aliran sungai yang berasal dari lingga tadi.
Belum selesai Sham melihat-lihat. Sebuah pintu di dalam istana terbuka. Seseorang keluar dari balik pintu. Jubah putihnya menyapu lantai kaca. Udara sejuk menerpa ruangan lobi. "Selamat datang! Perkenalkan. Saya Arial. Tsaluts udara."
(Bersambung)
"Serahkan padaku! Hanya aku yang pantas memilikinya." Azra tampak bersikeras meminta sesuatu pada Uria yang tak lain kakaknya sendiri. "Sebelum aku mati, pisau itu tak akan aku berikan." Uria tak mau kalah. "Baik, kubuat kau mati!" "Haha, tidur masih ngompol mau bunuh abangmu sendiri." "Diam banci! Pisau itu gak sesuai sama gaya kamu yang lembek!"
Uria kini rupanya benar-benar kalap. Ucapan adiknya sudah benar-benar dirasanya keterlaluan. Uria tersentak. Roman wajahnya berubah 180 derajat. Tatapan matanya yang tadinya sendu kini berubah tajam. Belasan tinju yang dilayangkan Azra ke perutnya tampak tak terasa. Uria menghirup nafas mengumpulkan tenaga.
Lima detik selanjutnya di luar dugaan. Azra tampak tak bergerak. Tubuhnya tergolek sekitar satu meter dari Uria. Raut wajah Uria kembali seperti sebelumnya, sayu. Matanya mulai memerah dan selang beberapa detik kemudian mengeluarkan air mata. "Tidaaaaaaaaaaaak!!!!" Uria menjerit histeris. Dengan serta merta dia merangkul adiknya yang tampak membangkai.
Sham tak berkata-kata. Hati dan pikirannya keburu bergejolak. Antara percaya dan tidak, sebuah tragedi aneh sekaligus mengerikan tampil jelas di hadapannya. Begitu bertolak belakang dengan Zheshe yang masih cekikikan melihat ulah kedua orang tersebut. "Kenapa kau malah tertawa? " Sham tak tahan menahan kesal pada Zheshe yang berekspresi tak wajar. "Tenang, kawan! Kau cemas karena kau belum tau saja." "Belum tau apaan? Jelas-jelas itu pembunuhan." Sham makin kesal saat Zheshe malah mengajaknya melanjutkan perjalanan.
"Kawan!" Zheshe mengambil ancang-ancang untuk bicara. "Di dunia ini elemen kehidupan terbagi empat kelompok: tanah, udara, api, dan air. Setiap orang di dunia memiliki tanda lahir elemen tanah. Namun seiring berjalannya waktu, orang-orang yang punya bakat istimewa tanda lahirnya akan berubah menjadi elemen tiga lainnya.Dengan sebelumnya si orang tersebut akan punya kemampuan mengendalikan elemen yang ditakdirkan baginya."
"Tsaluts yang akan kita temui merupakan penguasa elemen udara. Azra salah satu muridnya. Penguasa elemen udara rata-rata punya tenaga dalam di atas rata-rata. Makanya aku tak khawatir padanya. Tenaga dalam yang dimiliki Azra menjaganya tetap bertahan dari pukulan Uria." "Pukulan?" Sham mencoba mengingat. Jelas-jelas ia tak melihat satu gerakan pun dari Uria sasaat sebelum Azra tergolek. "Haha, Uria itu murid Tsaluts "Gila". Tsaluts penguasa elemen api. Penguasa elemen itu ahli teleportasi. Uria punya kemampuan menteleportasikan pukulan hingga radius 100 meter. Tak susah menandai penguasa elemen api. Orang-orang nyeleneh di negeri ini pasti penguasa api. Lihat Uria! Gaya dan dandanannya lebih mirip perempuan. Tapi jangan pernah menyebutnya "banci". Kau sudah lihat sendiri akibatnya, kan?" Papar Zheshe. Sham tak bicara, hanya mengangguk.
"Tsaluts yang satu lagi. Dia pasti penguasa air?" "Wow.. Sudah ku bilang jangan bicara tentang dia. Tak ada lagi yang tau dan yang mau tau tentang dia. Segala dokumen tentang dirinya telah disimpan dengan aman di ruang pribadi Tsaluts udara. Tak ada yang boleh dan bisa membukanya selain para Tsaluts tersisa.
Pembicaraan mereka kini terhenti oleh sebuah gerbang megah dari batu pualam. Di puncaknya terukir simbol-simbol sederhana yang tidak dipahami Sham. Dari kedua lingganya mengalir air terjun mini yang terjunan airnya membentuk sungai yang mengalir ke dalam istana megah yang digerbangi gerbang tersebut.
Sham dan Zheshe kini telah berada di dalam istana bagian lobi. Sham kembali ditakjubkan dengan keindahan istana. Lantai istana yang terbuat dari kaca kristal dengan begitu jelas menampilkan bagian bawahnya yang berupa aliran sungai yang berasal dari lingga tadi.
Belum selesai Sham melihat-lihat. Sebuah pintu di dalam istana terbuka. Seseorang keluar dari balik pintu. Jubah putihnya menyapu lantai kaca. Udara sejuk menerpa ruangan lobi. "Selamat datang! Perkenalkan. Saya Arial. Tsaluts udara."
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar