Langsung ke konten utama

Serial: Republik Asasia (09)

Bagian 9: Mati atau Mati

Langit malam ini tak secerah malam kemarin. Walau ini malam tanggal 16, namun bulan tak menampakan batang hidungnya karena tertutup awan pekat. Republik Asasia jadi terasa aneh malam itu. Angin malamnya terasa lebih menusuk rusuk. Seakan mewakili perasaan Arial sang Tsaluts udara.

Sore tadi dirinya mesti menunjukan rahasia terbesar dalam hidupnya yang selama 2 tahun ini dia sembunyikan. Kemunculan orang misterius yang ternyata Eldur sang Tsaluts api memaksanya untuk membuka lebar misteri tentang Tsaluts air yang kini juga menguasai elemen tanah.

Arial kini menatap cermin. Mencoba membaca gambar yang tercetak di dadanya. Gambar berupa dua garis yang membentuk tanda silang serta sebuah lingkaran kecil yang mengitari tepat di titik pertemuan dua garis tadi. Tanpa dia sadari air matanya kini mengalir. Kenangannya atas peristiwa 2 tahun lalu kembali melayang-layang di otak.

***

Para penjaga dibuat kaget dengan teriakan para Tsaluts diruang pertemuan. Mereka menemukan 2 pemimpinnya mengaduh kesakitan sambil memegangi dada mereka. Tepat di depan mereka masih berdiri Mizu yang tengah memegangi 2 cap besi yang masih memerah ujungnya. Bau daging terbakar keluar dari benda itu.

Mizu menyunggingkan senyum. Detik berikutnya dia menghilang. Yang tersisa hanya kedua cap yang kini tergeletak di tempat Mizu berdiri tadi. Para prajurit hanya bisa menganga heran. Kini mereka keluar ruangan mencoba menahan Mizu dari melarikan diri.

Eldur mulai bisa mengontrol diri. Panas bukan hal sulit baginya. Tadi dirinya hanya tak menyangka akan menghadapi serangan Mizu yang tiba-tiba. Eldur langsung bangkit dan seperti Mizu dia pun melesat menghilang entah ke mana.

Mizu kini di hutan Koren. Dia berdiri tepat di samping sebuah kolam. Air kolam itu benar-benar bening. Yang mengherankan airnya tak pernah bertambah maupun berkurang. Kolam itu biasa disebut kolam Sapha.

Tanpa diduga sebuah bola api tiba-tiba melesat tepat di depan wajah Mizu. Beruntung Mizu masih sempat menghindar. Kembali bola api lain menyerang, namun kali ini lebih banyak. Mizu segera membuat tameng dari air danau. Bola api seakan tertelan tameng air.

Eldur kini berdiri beberapa meter dari Mizu. Wajahnya tak menampakan ekspresi apapun. “Fireball Attack!” Eldur melakukan serangan bola apinya lagi. Mizu masih saja menghindar. Dia belum berniat menyerang balik.

Bola api Eldur semakin intens. Mizu mulai kewalahan dengan serangan total yang dilancarkan Eldur. Tameng airnya semakin melemah menguap. Tangannya mulai memerah kepanasan.

Mizu tak lagi mampu bertahan. Sebuah bola api tepat mengenai bahu kirinya. “Deluge Venom Attack!” Mizu mencoba melakukan serangan balik. Separuh air kolam mulai pasang dan membentuk gelombang tinggi. Gelombang yang mirip tsunami tersebut seakan hendak menelan Eldur yang masih melancarkan serangan bola api. Gelombang air tak bergeming. Eldur semakin tersudut. Tak ada cela untuk lari.

Gelombang air yang mengitari Eldur tiba-tiba mundur. Angin super kuat mendorongnya kembali. Rupanya Arial menyusul mereka.

Mata Arial dan Eldur saling pandang. Mereka rupanya sepakat melakukan sesuatu. “Orge Hurricane Attack!” Arial mengeluarkan jurus anginnya. Sebuah pusaran angin raksasa mulai terbentuk. “Firewave Attack!” Eldur ikut menyerang. Dari telapak tangannya keluar semburan api. Kedua jurus itu menyatu. Alhasil, sebuah pusaran api pun tercipta. Koren kini menyala-nyala.

Mizu takjub memandang karya gabungan lawannya. Tak banyak waktu untuk berpikir, Mizu mengeluarkan jurus yang masih tersisa. “Whirlpool Dragon Attack!” Mizu membuat pusaran yang sama besar namun berkomposisi air.

Api dan air yang sama-sama berupa pusaran saling bertubrukan. Benturan dua elemen berbeda itu menimbulkan suara maha dahsyat yang menggetarkan seluruh Republik Asasia.

Kedua pusaran rupanya seimbang. Tak ada satupun yang tampak melemah, malahan tampak lebih besar dan kuat. Jagad Asasia benar-benar berguncang hebat. Seluruh penghuninya keluar rumah memandang ke arah Koren yang kini berwarna merah menyala.

Pertahanan Mizu tak berlangsung lama. Bagaimana pun juga satu lawan dua tidaklah seimbang. Mizu mulai melemah, pusaran airnya semakin mengecil. Mizu memeras otak mencoba mencari cara lain agar bisa memenangkan duel Tsaluts ini, atau setidaknya bertahan.

Cahaya putih di otaknya mencuat. Ada satu cara agar bisa menang, cara luar biasa untuk meredam pusaran api. Tapi cahaya putih kembali berubah kelabu. Penggunaan cara ini juga berakibat fatal baginya. Nyawa jadi taruhan. Tak ada waktu lama untuk berpikir. Mizu telah mantap menggunakan cara itu. Bagaimana pun juga sama saja ya atau tidak dirinya tetap akan mati.

“Sludge Demon Attack!” Mizu mengeluarkan jurus terakhirnya. Sebuah jurus perpaduan dua elemen. Air dan Tanah. Tanah sekitar kolam Sapha mulai naik berpadu dengan air. Alhasil pusaran air kini berubah menjadi pusaran lumpur. Kini pusaran api yang mulai mengecil. Eldur dan Arial berbalik terpojok. Kini mereka yang dapat giliran memeras otak.

“Jika aku ditakdirkan mati, maka mereka pun harus ikut pulang ke neraka.” Mizu mencoba memantapkan hatinya untuk menerima resiko menggunakan dua elemen sekaligus. Sebuah elemen hanya bisa dikendalikan oleh satu jiwa. Dalam kasus ini dia harus membagi jiwanya menjadi dua agar bisa mengendalikan dua elemen sekaligus. Membelah jiwa bukan hal mudah. Jika ada serangan kecil saja menyerangnya dari arah tak terduga. Jiwanya tak bisa bersatu lagi atau dengan kata lain mati.

Di lain pihak Eldur dan Arial kehabisan waktu. Mereka nyaris kalah karena pusaran lumpur semakin mendekat. Fusi mereka tak bisa membandingi.

Sebuah ide gila keluar dari otak Eldur. Dia merelakan dirinya menjadi umpan dengan tetap menahan serangan Mizu. Arial dimintanya untuk menyerang dari arah lain. Arial asalnya tak mau mengikuti ide Eldur. Ide itu mengisyaratkan bahwa Eldur merelakan dirinya untuk mati. Tapi hanya itu satu-satunya jalan dan kesempatan mengakhiri gejolak tersebut. Arial pun mengiyakan.

Mizu berdiri mematung. Tubuhnya tak bergeming sedikitpun. Jiwanya telah terbelah dua dan berada di luar jasad. Kedua bagian jiwanya masih terpusat menyerang pusaran api yang kini lebih cepat mengecilnya. Sebuah dorongan terakhir tampaknya bisa membunuh lawan. Namun sayang, jiwa-jiwa Mizu keburu merasakan sakit luar biasa. Jiwa-jiwa tersebut melirik jasad di bawah. Darah segar tampak dari mulut jasad itu. Sebuah tusuhan rupanya telah disematkan Arial ke jasad Mizu yang memang tak bernyawa. Tusukan dari pisau Mizu sendiri yang diambil Arial dari saku Mizu.

Jiwa-jiwa Mizu mulai kehilangan pandangan. Semua mulai berubah putih. Jiwa-jiwa itu tak merasakan sakit lagi. Semuanya senyap. Mizu Knol Sang Tsaluts Air kini telah mati.

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tutorial Photoshop: Efek Tulisan di Kaca

Berikut ini merupakan video tutorial photoshop untuk membuat efek tulisan pada kaca berembun. Kunci dari tutorial ini adalah dari jenis font/ huruf yang digunakan. Usahakan menggunakan font jenis handwritting/ tulisan tangan. Sebagai bonus ane kasih gambar yang dipakai dalam tutorial di video tadi.

Jeplak: Bismillah, Mulai Nulis Lagih..

Mengenang masa lalu selalu berujung senyum sendiri. Ya. SENDIRI. Malam ini benar-benar sendiri seperti malam-malam sendiri sebelumnya. (Musik sedih tiba-tiba terdengar). Ruang kantor tiba-tiba jadi sepi sesaat sebelum tulisan "Ruang kantor tiba-tiba jadi sepi" dituliskan. Ruang kantor memang sepi tapi tak terasa sepi hingga ditulisnya "Ruang kantor tiba-tiba jadi sepi". Jam segini memang sepi. Hanya orang kurang kerjaan yang masih duduk di sini. Aku salah satunya. Malam ini benar-benar kurang kerjaan. Biasanya memang tak pernah ada kerjaan. Tapi malam ini kekurangkerjaan itu lebih terasa kekurangkerjaannya. Film bajakan di situs tongkrongan tak ada yang menarik jari untuk diklik donlot. Chat di Whatsapp tak ada yang menarik. Tak ada yang ingatkan makan. Lagipula percuma. Aku sudah makan. Ku tengok Facebook, masih begitu saja. Isinya tulisan orang asing yang kuakui teman. Halaman profil iseng kubuka. Dan nostalgia pada tulisan dan gambar lama sedikit memberi seri

Kisah: Paksi Janadri di Perut Bumi (Bag. 5)

Camp, 15 Februari 2014 08.00 WIB disepakati sebagai waktu memulai penelusuran kedua. Setelah sebelumnya melewati ritual biasa semisal sarapan dan stretching. Pada pukul tersebut, Kang Agen juga telah undur diri untuk kembali ke Cimahi. Untuk selanjutnya yang menjadi mentor tentu saja Kang Ngawir Sigi. Gua Cilalay menjadi target kami di penelusuran kedua ini. Cokor bertugas sebagai leader, Kang Ngawir Sigi menjadi secondman, Peppy bagian palog, Endris dokumenter, dan Bolong menjadi cleaner. Sementara penjaga camp, Kang Dobol seorang. Lokasi Cilalay yang tak jauh dari camp tak sulit ditemukan. Mulut gua tak jauh dari jalan setapak yang biasa dilalui masyarakat sekitar. Tak heran saat melakukan persiapan kami dilalui masyarakat yang hendak beraktivitas. Adzan kembali dikumandangkan. Kali ini Bolong yang menjadi muadzin. Cokor memasang tambatan webing. Satu persatu anggota tim turun ke dalam gua. Kapur tampak dominan menghiasi dinding gua. Penelusuran gua Cilalay tak jauh berbeda dib